Cerita Caturwulan Pertamaku

Sepertiga hidup saya berdoa supaya punya waktu yang lebih lama untuk merasakan hidup.

Tidak disangka waktu tersebut diberikan dari semesta. Namun dalam keadaan yang tidak baik.

Taruhan waktu ini bukan hanya sekedar detik tapi detak.

Jutaan detak yang melemah seiringnya waktu.

Yang lucu, ada yang begitu ketakutan namun ada juga yang mengabaikan.

Dua kutub ekstrem tersebut mewarnai waktu caturwulan ini.

Ada yang menganggap Tuhannya marah. Ada juga yang menganggap ini mainannya si Tuan saja.

Padahal bukannya mereka sama? Hanya akal-akalan si Patih.

Menurut kitab-kitab, waktu seperti ini tidak pernah ada yang bisa menerka-nerka ujungnya.

Biarkan manusianya saja yang mengatur hidupnya sendiri. Sudah pada besar kok.

Dulu Teori Evolusi Darwin mengatakan “survival at the fittest”.

Masalahnya apakah kita fit? Sehari-hari saja hanya bersantai menikmati kopi di teras.

Kalau ingat, dulu pernah ada Nabi yang mengingatkan kita semua akan ada musim paceklik panjang, maka saat musim panen baiknya sebagian disimpan untuk bersiap-siap.

Ah tapi kan namanya juga cerita Nabi yang hanya jadi dongeng guru agama.

Mana ada yang ingat dan percaya.

Coba bayangkan kalau kita sudah kembali bangun.

Apa tidak debuan itu meja dan kursi. Apalagi kalau ada yang baru ingat kalau bungkus siomay belum dibuang. Tidak kebayang itu belatung-belatung mungkin sudah mengalami pergantian Ratu berkali-kali.

Yang saya mengerti dari waktu yang diberikan ini adalah waktu adalah satuan kehidupan. Kata benda yang jadi penentu hidup seseorang.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.